banner 728x250

LBH Jong Java: Pelaporan Perusahaan Agency Tanpa SIP3MI Adalah Sah.

  • Bagikan
banner 468x60

PEMALANG Liputan24times– Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jong Java menegaskan bahwa para “manning agency” atau perusahaan penempatan awak kapal tak perlu resah menanggapi pengaduan dugaan tindak pidana terkait perizinan. Hal ini khusus berlaku bagi perusahaan yang sudah patuh hukum. Namun, bagi yang masih “bandel” dan belum memiliki Surat Izin Perusahaan Penempatan Pekerja Migran Indonesia (SIP3MI), LBH Jong Java dengan tegas meminta untuk segera mengurusnya. Ini lantaran Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 127/PUU-XXI/2023 telah memberikan kepastian hukum dan meniadakan klaim dualisme aturan.

MK Tegaskan: Tak Ada Lagi Dualisme Aturan, SIP3MI Wajib!

Example 300x600

Advokat Gilang Adhika Purwacitra, S.H dari LBH Jong Java menekankan bahwa pandangan mengenai dualisme aturan antara SIP3MI dan Surat Izin Usaha Keagenan Awak Kapal (SIUKAK) sebagai alasan ketidakrelevanan pelaporan dugaan pelanggaran hukum adalah keliru dan bertentangan dengan hukum yang berlaku.

“Klaim dualisme aturan yang menciptakan ketidakjelasan bagi ‘manning agency’ adalah argumen yang tidak lagi memiliki dasar hukum kuat,” tegas Gilang dalam pers rilisannya kepada CMI News, Senin, 9 Juni 2025 sore. Hal ini diperkuat oleh Putusan MK Nomor 127/PUU-XXI/2023 yang diucapkan pada 29 November 2024. Putusan ini secara tegas menolak permohonan pengujian Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2017 tentang Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (UU PPMI) terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Implikasinya sangat jelas: UU PPMI tetap berlaku dan sah secara konstitusional. Undang-undang ini secara komprehensif mengatur penempatan dan pelindungan pekerja migran Indonesia, termasuk mereka yang bekerja sebagai awak kapal. Dengan demikian, tidak ada dualisme regulasi yang sah secara hukum.

SIUKAK Tak Cukup, Perusahaan Pelaut Wajib Miliki SIP3MI

Gilang Adhika melanjutkan bahwa dengan ditolaknya permohonan pengujian, ketentuan dalam UU PPMI, termasuk persyaratan perizinan bagi entitas yang menempatkan pekerja migran, tetap menjadi landasan hukum utama. Oleh karena itu, bagi perusahaan yang menempatkan pekerja migran Indonesia, termasuk awak kapal, wajib memiliki SIP3MI sebagaimana diatur dalam UU PPMI.

“Klaim ‘manning agency’ yang hanya mengantongi SIUKAK adalah sah dan cukup, tidak lagi relevan,” ujarnya. SIUKAK, yang mungkin diatur dalam sektor lain, tidak dapat menganulir atau menggantikan kewajiban perizinan yang diamanatkan oleh UU PPMI untuk penempatan pekerja migran, termasuk awak kapal. Perlindungan terhadap pekerja migran adalah tujuan utama dari UU PPMI, dan aspek perizinan yang ketat adalah salah satu instrumen untuk mencapai tujuan tersebut.

Ancaman Pidana Menanti yang Membandel

LBH Jong Java juga menjelaskan kedudukan hukum SIP3MI dan SIP2MI (Surat Izin Perekrutan dan Penempatan PMI) yang diatur dalam:

Pasal 51 dan Pasal 54 UU PPMI: Setiap perusahaan penempatan pekerja migran Indonesia wajib memiliki SIP3MI.
Pasal 72 huruf c jo. Pasal 86 UU PPMI: Menempatkan PMI tanpa SIP2MI merupakan tindak pidana yang dapat dikenai sanksi pidana penjara paling lama 5 tahun dan denda paling banyak Rp15 miliar.

Lebih lanjut, perusahaan yang menempatkan pelaut ke luar negeri tanpa SIP3MI/SIP2MI berpotensi dikualifikasikan sebagai pelaku tindak pidana perdagangan orang (TPPO) menurut UU No. 18/2017 dan UU No. 21/2007 tentang Pemberantasan TPPO.

SIUPPAK dan SIUKAK Bukan Pengganti SIP3MI/SIP2MI

LBH Jong Java mengklarifikasi bahwa SIUPPAK (Surat Izin Usaha Perekrutan dan Penempatan Awak Kapal) dan SIUKAK (Surat Izin Usaha Keagenan Awak Kapal) adalah bentuk izin usaha teknis dari Kementerian Perhubungan yang diatur dalam Peraturan Menteri Perhubungan No. 59 Tahun 2021. Namun, baik SIUPPAK maupun SIUKAK bukan izin penempatan pekerja migran sebagaimana dimaksud dalam UU PPMI. Keduanya hanya mengatur aspek teknis pelayaran dan logistik, bukan aspek hukum penempatan tenaga kerja Indonesia di luar negeri.

“Dengan demikian, SIUPPAK atau SIUKAK tidak dapat dianggap sebagai izin yang sah untuk menempatkan pelaut Indonesia ke luar negeri,” tegas Gilang. Jika perusahaan menggunakan SIUPPAK atau SIUKAK sebagai dasar penempatan tanpa SIP3MI/SIP2MI, maka perusahaan tersebut tetap melanggar hukum dan dapat dikenai sanksi pidana berdasarkan UU PPMI.

Kepastian Hukum dari Mahkamah Konstitusi

Putusan MK No. 127/PUU-XXI/2023 menegaskan bahwa pelaut adalah bagian dari pekerja migran dan harus mendapat perlindungan menyeluruh dari negara. Sistem perlindungan ini harus terintegrasi dalam rezim UU PPMI, termasuk aspek perizinan.

“Argumen bahwa SIUPPAK/SIUKAK cukup, adalah pandangan yang keliru dan mengarah pada pelanggaran hukum,” kata Gilang. Putusan ini bersifat final dan mengikat, serta mencerminkan interpretasi konstitusional yang harus dipatuhi oleh semua pihak, baik swasta maupun pemerintah.

Pelaporan Perusahaan Tanpa SIP3MI adalah Sah dan Penting

Pelaporan terhadap perusahaan penempatan pelaut yang tidak mengantongi SIP3MI adalah tindakan yang beralasan secara hukum dan moral, karena bertujuan untuk:

Melindungi pelaut Indonesia dari risiko perdagangan orang dan eksploitasi.
Mendorong kepatuhan terhadap UU PPMI.
Menegakkan asas kepastian hukum dan perlakuan yang adil sebagaimana dijamin oleh Pasal 28D UUD 1945.
Mendesak Semua Pelaku Usaha untuk Patuh

LBH Jong Java mendesak semua pelaku usaha keagenan awak kapal, termasuk yang memiliki SIUKAK dan SIUPPAK, untuk:

Segera mengurus SIP3MI/SIP2MI jika melakukan penempatan pelaut ke luar negeri.
Tidak lagi menggunakan alasan dualisme izin karena hukum telah menyatakan bahwa pelaut adalah pekerja migran.
Mendukung pelaporan terhadap praktik-praktik yang tidak sesuai hukum sebagai upaya kolektif membenahi sistem pelindungan pekerja migran Indonesia.

“Perlindungan pelaut bukan beban, tapi kewajiban konstitusional,” ujar Gilang. “Argumentasi tentang ‘payung hukum yang tidak jelas’ tidak lagi dapat dibenarkan. Putusan Mahkamah Konstitusi ini memberikan kepastian hukum yang sangat jelas.”

Oleh karena itu, pelaporan terhadap PJTKI yang diduga tidak mengantongi SIP3MI adalah langkah yang sangat relevan dan mendasar. Ini merupakan upaya penegakan hukum yang justru bertujuan untuk memastikan kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan yang sah dan melindungi hak-hak pekerja migran Indonesia, termasuk para awak kapal, dari praktik-praktik yang tidak sesuai dengan hukum.

Ketua LBH Jong Java, Advokat MC. Danil, menutup dengan senyum simpul, “Kepada PARA PIHAK ‘Manning agency’ yang telah mengantongi izin tentunya TIDAK PERLU GERAH atas pengaduan dugaan tindak pidana, toh ini berlaku untuk ‘Manning agency’ yang nakal dan bandel kan?” tutupnya.

banner 325x300
banner 120x600
  • Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *